Workshop Membangun Jiwa Literasi Melalui Jurnalistik
Dalam upaya menguatkan literasi para guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di lingkukan Pondok Pesantren Qomaruddin (YPPQ), Sampurnan, Bungah, Gresik, sekitar 150 tenaga pengajar MTs I, MTs II dan SMP Assa’adah, mengikuti workshop “Membangun Jiwa Literasi Melalui Jurnalistik”, Sabtu (20/8/2022) sore di Aula YPPQ.
Ketua YPPQ, KH. Nawawi Sholeh, mengatakan zaman sekarang semua guru dituntut mengikuti arah perkembangan teknologi. Dengan workshop jurnalistik ini diharapkan mampu mengubah cara berfikir para guru.
Dengan pemberlakuan Kurikulum Merdeka, tegas KH. Nawawi Sholeh, literasi merupakan seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
“Bahasa dalam jurnalistik lebih muda difahami, simpel, tidak bertele-tele dan gampang dimengeri, untuk itu guru harus belajar menulis dan mengerti jurnalistik walaupun hanya dasar-dasarnya,” ujarnya saat membuka Workshop Jurnalistik.
Kepala Madrasah MTs. Assa’adah I, Choirul Anam, S Pd. mengatakan selain meningkatkan kualitas para guru, workshop tersebut sangat penting dilakukan terutama karena pemberlakuan Kurikulum Merdeka.
“Saya berharap dengan adanya workshop tersebut bisa menjadi wawasan bagi semua guru di sini. Apalagi dengan adanya pemberlakukan Kurikulum Merdeka, semua guru dituntut bisa menulis atau membikin laporan,” katanya.
Sementara itu Kepala MTs. Assaadah II, Senadi Arif, S Ag. mengharapkan dengan adanya workshop jurnalistik maka para guru akan mendapat ilmu baru terutama dalam hal kepenulisan.
Begitu juga Kepala SMP. Assaadah, Drs. Nur Hamid, berharap pelatihan jurnalistik itu dapat membantu semua guru di lingkungan YPP Qomaruddin agar senang menulis.
“Ilmu ini sangat bermanfaat sekali, saya berharap bisa menjadi pemucu semangat para guru untuk menulis dan mengisi web di sekolah masing-masing,” kata Nur Hamid.
Acara workshop terasa gayeng saat moderator, Choirul Anam, membuka sesi tanya jawab.
Salah satu guru MTs. Assaadah II, Nur Faizah, menanyakan bagaimana cara menulis yang baik, tidak sering mengulang kata-kata?
“Dalam penulisan berita sebaiknya disusun dalam paragraf-paragraf pendek, berisi 3 hingga 5 kalimat. Dalam penulisan berita usahakan tidak banyak menggunakan kata penghubung. Penulisan berita jangan sering mengulang-ulang kata atau kalimat,” tegas pemateri workshop jurnalistik, Ahmad Zubairi.
Pertanyaan lain dilontarkan guru SMP Assaadah, Ismatul Faizah. Dia bertanya tentang keuntungan bagi guru belajar menulis?
Seringkali orang salah mengira, bahwa belajar jurnalistik hanya soal membuat berita. Padahal ada banyak manfaat didapatkan dengan belajar jurnalistik. Bahkan jurnalistik bisa menjadi metode melatih logika dan karakter.
Pertama, ketika seseorang menulis berita, ia dituntut untuk memberikan informasi lengkap mengenai unsur-unsur berita. Ada satu saja unsur berita kurang, itu berarti informasi yang diberikan belum menyeluruh.
Kedua, berpikir kreatif. Seringkali dalam satu peristiwa ada banyak media atau wartawan yang meliput. Agar berita yang diterbitkan tidak terkesan sama dengan media lain, seorang jurnalis perlu berpikir kreatif. Mencari sudut pandang (angle) tertentu atau berbeda.
“Keunggulan orang bisa menulis, dia berpikirnya lebih kritis-sintetis. Penulis atau jurnalis tidak mudah percaya begitu saja ucapan narasumber. Perlu melakukan validasi informasi, baik dengan cross-check pada narasumber lain, observasi, maupun dengan melakukan studi literatur,” papar Zubairi.
Apa penulisan di media massa masih memberlakukan kata “off the record”? Tanya salah satu guru SMP Assaadah, Lilik Mughiroh.
Dalam ilmu jurnalistik memang dikenal dengan istilah “off the record”. Tentu masih berlaku sampai sekarang. Dasar jurnalistik dalam hal attitute (sikap) secara normatif diatur dalam UU No. 40/1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber, Wartawan dan Media Online, serta etika jurnalistik secara umum sebagaimana tercantum di elemen jurnalisme.
“Wartawan profesional, wajib mentaati kode etik. Kalau menulisnya asal-asalan, medianya tidak dipercaya masyarakat, karena kurang kredibel. Sekarang banyak dilanggar media-media online yang kurang faham tetang ilmu jurnalistik,” pungkasnya.